REPLIKNEWS, PANGKEP – Warga Kampung Pakkasalo, Kelurahan Mappasaile, Kecamatan Pangkajene, Kabupaten Pangkep, terpaksa bergotong royong membangun jembatan bambu sebagai alternatif setelah akses ke jembatan pemerintah diduga dilarang penggunaannya oleh seorang oknum kepala dinas. Dugaan ini muncul akibat perbedaan pilihan politik warga dalam Pilkada 2024.
Jembatan pemerintah yang selama ini menjadi akses vital bagi aktivitas sehari-hari warga kini tak lagi dapat digunakan. Situasi ini memaksa warga membangun jembatan alternatif secara swadaya agar aktivitas mereka tetap berjalan.
"Dari awal sudah di tutup jalanan sama jembatan pakai batu, krna merasa di permalukan dan tidak dihargai karna titik kampanye gonrong di depan rumahnya, krna ada yang bilang keponakannta ji yang kasih maluki" Ujar Surya yang merupakan kordes tim Amka- Amir (gondrong). Minggu (17/11/2024)
Surya menambah kan bahwa benar jembatan ini di tutup karna saya memfasilitasi salah satu calon bupati untuk melakukan kampanye di depan rumah saya.
"Setelah berdebat panjang akhirnya mengakui bahwa ini persoalan pilkada," tegasnya kepada Repliknews.
Sementara itu, Babinsa Kelurahan Mappasaile turut menyampaikan keprihatinannya atas insiden ini. Ia menegaskan pentingnya menjaga persatuan masyarakat di tengah situasi politik menjelang Pilkada.
"Fasilitas publik adalah hak semua warga, tanpa memandang perbedaan pilihan politik. Kami berharap persoalan ini dapat segera diselesaikan dengan bijak. Perbedaan pilihan dalam Pilkada itu wajar, tetapi persaudaraan harus tetap diutamakan," katanya kepada Repliknews.
Sementara itu, oknum kepala dinas yang dituding melarang penggunaan jembatan membantah tudingan tersebut. Ia menyatakan bahwa permasalahan tersebut tidak terkait dengan politik, melainkan merupakan persoalan internal keluarga.
"Masalah jembatan ini adalah urusan keluarga. Tidak ada hubungannya dengan Pilkada atau jabatan saya. Saya harap masyarakat tidak mengaitkannya dengan politik," ujarnya melalui via telepon.
Ia juga menambahkan tanggapannya terkait isu lain yang menyeret nama keluarganya. "Kalau itu keponakanku, seharusnya ada rasa terima kasih. Bapaknya yang kena stroke tinggal di rumahnya karena tidak ada uang dan tidak memiliki BPJS untuk berobat. Baru setelah saya pulang kantor, saya membawanya ke dokter dan menanggung semua biaya pengobatannya," tegasnya.
Penulis : Wihandi
Editor : Redaksi